Tentang Minggu, Sepertinya aku yang merindukannya, atau memang separuh jiwaku
menginginkannya lebih
Sekumpulan pasukan 90an sibuk
menceritakan masa-masa yang terlewati, jauh kebelakang. Kacamata 90an
menganggap masa kecilnya adalah kejayaan. Tentang apa yang mereka tonton, apa
yang mereka mainkan, apa yang mereka makan, apa yang mereka rasakan yang
‘katanya’ pudar termakan zaman. Bahkan statement “anak-anak sekarang ga sebahagia kita dulu” seakan menggambarkan
betapa indahnya kala itu. Mereka lupa bahwa diakhir 90an itu ada suasana
mencekam, bahkan mencekik tidak hanya satu, dua orang, 100 bahkan hitungannya
adalah negri yang kau tempati tenggelam dalam krisis moneter. Tahu? ingat?
pasti tidak banyak yang tahu, ingat, dan sadar kala itu.
Tidak.. aku sedang tidak
menyudutkanmu, tidak pula membahas kepedihan itu. Aku hanya ingin menuntunmu
memutar memori, mengajakmu menikmati indahnya minggu kala itu. Bersamaku, dalam barisan
kata.
***
Hari minggu, pemilik abadi warna
merah, pertanda waktu bermain sepuasnya tiba.
Indahnya minggu pagi itu bisa
saja sesederhana bangun agak kesiangan,
tanpa ada kegaduhan. Atau mungkin bangun lebih pagi demi menikmati lari pagi
atau sepedaan sampai ke desa tetangga bersama teman-temanmu.
Indahnya minggu pagi itu bisa
saja sesederhana menghabiskan kartun favorit satu persatu, sebut saja terlalu
banyak kartun favorit. Menghabiskan novel atau komik.. Atau mungkin mengekori
ibu, kakak, nenekmu, atau siapapun untuk belanja kepasar dengan target utama
jajanan pasar. Merengek jika tak kesampaian membuat yang bersamamu kepayahan
untuk mendamaikanmu.
Indahnya minggu pagi itu bisa
saja menikmati biskuit yang dicelupkan dalam secangkir teh hangat atau tidak. Atau mungkin.. aktifitas mencuci sepatu agar terlihat seperti baru kembali. Ya.. minggu pagi bisa saja adalah kesibukan
gotong royong, sibuk membersihkan sudut-sudut rumah dari debu dengan kegaduhan
didalamnya
Indahnya minggu tak habisnya hingga
senja. Ketika tidur siang adalah hal yang diabaikan, pulang ketika dicari,
badan bermandikan keringat. Apalagi kalau bukan menikmati satu per satu
permainan kala itu.
Kini tidakkah kau rindu? Kenangan
masa kecilmu wahai 90an, kalau kau tak rindu semua itu. Biar aku saja. Jangan Dilan. Haha. Seandainya hal itu kau
lakukan kembali, riang tetap kau dapat, karena membayangkannya
saja sudah bahagia.
Menyambut hari bahagia memang sesederhana
itu. Ketika kau bangun pagi, matamu terbuka, lalu memanjatkan doa dalam jiwamu
yang damai. Begitulah, entah menjadi apapun entah melakukan apapun dan entah
bersama siapapun. Ketika kau putuskan bahagia hari itu, ada saja hal yang akan
membuatmu tersenyum, lebih penting lagi bersyukur karena oksigen yang kau hirup
hari ini.
Kini.. bagaimana jika kau mulai
saja minggumu? Kurasa tidak terlambat.
Kuyakin kau tidak sedang
kehilangan bahagia dalam kamusmu bukan?. Jika memang Iya, hubungi aku. Eh..
bukan, hatimu ya.. hatimu. Ku tahu kau pasti yang lebih tau bagaimana menyambut
hari dengan indah. Bahagia itu tak dicari, kaulah yang merasakannya dalam syukurmu.
Ada banyak orang diluar sana yang sedang berjuang mendapatkan minggu
bersama keluarganya, bersama yang tersayang, bersama yang lama tak jumpa… Entah
melawan sakitnya, entah membanting tulang, entah apapun itu. Jika kali ini kau
mendapatkan kesempatan itu, bersyukurlah, bahagialah bersama mereka, jangan
lewatkan walau sedetik. Jika kali ini mungkin kau yang menemani mereka dalam
perjuangan itu kuatkan dirimu, kuatkan mereka. Dan jika tak kau temukan mereka dimatamu,
temukanlah dalam hatimu, dalam doa.
Minggu kala itu, hanya perumpamaan. Kudoakan
hatimu kuat, tentram, dan damai. Semoga harimu indah.
Komentar
Posting Komentar