sebuah titik di diakhir kata,
tentang rasa di lembayung jingga,
engkau ada lalu sirna,
melepas setia ku di penghujung cerita,
tanpa sempat tercipta "kita".
Hujan kembali bertamu. Gadis itu langsung menoleh kearah luar. Sepertinya Ia tak perlu mempersilakan nya masuk, karena Ia sendiri yang akan berlari memeluk setiap rintik yang sudah lama Ia rindukan. Ah.. itu hanyalah khalayan saja. Faktanya, sepersekian detik kemudian pandangannya berubah. Kepalanya sengaja Ia tundukkan. Gadis itu malah sibuk memainkan jari lentiknya sekedar mengetuk ngetuk kaca jendela yang mulai berembun. Ia termangu menatap air yang perlahan mengalir membasahi seluruh kaca. Memori masa putih abu itu terulang kembali, menari-nari menguasai fikirannya. Rintik hujan sore memang selalu berhasil membawa sendu. Baginya berjalan mundur ke masa lalu itu perlu, bukan untuk kembali. Katanya hanya sekedar melihat sebentar. Karena kenyataannya kenangan bukan untuk di lupakan.
Ia menyebutnya senja. Seorang dari masa lalu yang masih saja menjadi kamu dalam setiap puisi yang Ia ciptakan. Meski senja tak tahu, Ia tak peduli. Ia hanya mencoba setia untuk rasa yang Ia percaya. Demi senja.
Lima tahun sudah berlalu,
Bukan waktu yang sebentar, bukan pula waktu yang begitu lama. Ah.. Ini bukan perkara waktu. Ini perkara rasa yang tetap sama. Tak kurang malah terus bertambah. Temu memang tak ada, tapi sekedar pesan singkat dari nya sudah lebih dari sekedar cukup untuk membuat hatinya berdebar. Tetap saja itupun tak sering Ia dapatkan.
Apakah senja menginginkannya? Atau.. Pantaskah Ia untuk senja? Mungkin yang lebih penting perlukah Ia menunggu senja terus tanpa henti ?
Akhirnya, suatu waktu senja memberi kabar yang tak biasa. Ia akhirnya datang. Ia datang dan ingin menemuinya. Terlepas apakah senja dimiliki seseorang atau tidak. Yang gadis itu yakini adalah seseorang yang akan Ia temui nanti adalah senja yang pasti akan Ia miliki. Senja yang selalu menghiasi barisan kata penuh makna. Senja yang membuat nya setia menjaga rasa yang tak pernah pudar.
Tentu saja, momen ini adalah momen yang tak boleh dilewati begitu saja. Meski sempat berfikir keras karena tak sesiap itu menemuinya, akhirnya hari itu datang juga. Gadis itu menemui senja.
Perasaan bahagia dikala temu adalah obat dari segala rindu. Menikmati waktu hanya berdua membuatnya merasa bahwa senja adalah miliknya seutuhnya. Meski pada akhirnya Ia tahu, saat ini senjanya sedang di jaga seseorang. Ya..baginya senja nya hanya sedang di jaga seseorang.
Waktu terus bergulir, perasaannya pun mulai meronta menagih apa yang disebut kejelasan. Pikirannya memang mulai bercampur aduk setelah pertemuan itu. Setelah waktu yang mereka habiskan bersama, atas semua perhatian, atas semangat yang tak putus diberikan. Apakah ini pertanda? Ia tahu, saat ini senja bukan miliknya. Tapi lagi, hatinya berteriak ingin menyampaikan apa yang sudah berhasil Ia simpan rapi dalam waktu yang cukup lama.
Cuaca siang itu terlihat mendung. Sudah cukup baginya untuk menahan apa yang patut Ia sampaikan. Seperti kumpulan uap air dalam awan hitam, Ia pun harus menumpahkan segala apa yang Ia rasakan.
Ia menarik nafas panjang.
"Mungkin ini adalah saatnya... "
Sebuah pesan suara saling terhubung pada menit berikutnya.
Ternyata lega rasanya melepas sesak di dada. Rasa yang tertahan begitu lama, akhirnya menemukan sebuah titik temu. Gadis itu tersenyum.
"Ternyata akulah orang yang menjaga senja"
Pada akhirnya senja memintaku berhenti menunggunya.
Terima kasih senja, mengajarkanku setia pada setiap ku menatap langit sore.
Aku adalah titik di saat senja. Sebagai akhir dari sebuah cerita. Bukan bagian dari cerita senja.
Kupastikan hati ku tenang.
Tanpamu senja yang dulu ku tunggu.
Komentar
Posting Komentar